Profil: Achmad Marin Ramdhani (FastForward)

Jumlah orang yang berani terjun di industri rekaman hanya karena alasan idealisme terhadap satu jenis aliran musik, bisa dibilang tidak banyak. Namun, Achmad Marin Ramdhani, yang lebih akrab disapa Marin, bersama kedua temannya, Didit Eka Aditya dan Helvi Sjariffudin, menjadi pengecualiannya. Bahkan usaha record-nya, FastForward (FFWD) Record, yang berdiri sejak tahun 1999 mampu eksis sampai saat ini.
Marin dan kedua temannya, sebagai pendiri sekaligus pemilik FFWD, menjadi suatu energi bagi perkembangan dunia musik indie, khususnya di Kota Bandung. Banyak band-band indie asal Bandung yang ingin bernaung di bawah FFWD, agar musik mereka bisa lebih dinikmati pasar lokal, bahkan internasional.
Marin mendirikan FFWD lebih karena dorongan moral. Apalagi, Marin saat itu masih berkuliah dan tidak memiliki fasilitas pendukung. Namun, pada awal berdirinya tersebut, FFWD telah merilis sebanyak 1.500 keping untuk 3 artis.
FFWD juga dibangun dari komunitas. Helvi dan Didit sebelum mendirikan label itu bergelut di band indie. Helvi dulu menjadi manajer band Puppen, sedangkan Didit mengerjakan cendera mata PAS Band. Sementara itu, Marin cukup dekat dengan Pure Saturday. Ketiga band itu muncul di Bandung tahun 1990-an dan memicu gelombang indie di kota itu.
Ketika baru berdiri, FFWD mencoba menghadirkan lagu-lagu band indie asal Jepang, Perancis, dan Swedia.  FFWD mulai berkembang lebih pesat setelah bertemu Mocca pada tahun 2000, dengan mencetak album pertamanya bertajuk 'My Diary' sebanyak 120 kaset dan 30.000 CD. Saat itu, FFWD mulai dikenal pasar dan pencitraannya sebagai industri rekaman semakin bagus.
Pertemuan Marin dengan Mocca saat itu lebih menggunakan feeling semata. Marin mengaku tidak mengerti banyak soal music. Namun begitu mendengarkan contoh lagu dan musik Mocca, Marin merasa lagunya mudah diingat dan tanpa sadar ia terus menyanyikannya. Maka, FFWD pun menggarap albumnya. Ternyata setelah penggarapan album Mocca dan terjual banyak, Marin bersama FFWD terpacu untuk terus berkibar sebagai industri record label.
Secara personal, Marin tidak mengotak-kotakkan musik indie atau bukan. Marin pun tidak mengerti musik indie itu apa. Karena menurutnya, yang mengotakkan musik indie atau bukan adalah media. Jadi, FFWD sebenarnya tidak mengotak-kotakkan jenis musik. Yang penting musiknya harus bagus, maka akan dapat kesempatan untuk dirilis di FFWD.
Marin, sarjana ekonomi pembangunan Unpas 1993, yang lahir di Bogor, 29 September 1975 ini, mengungkapkan bahwa musik yang bagus adalah yang pintar dan mampu menginspirasi banyak orang. Berani untuk memperdengarkan bunyi dan nada yang baru. Selain itu, suara dan performa musik yang ditampilkan sama persis dengan suara yang didengarkan di CD.
Marin dan FFWD memiliki respek yang tinggi terhadap band yang mampu bergerak tanpa sebuah label. Artinya, tanpa label pun mereka mempunyai semangat dan kemudian performnya akan dilihat seperti apa. Jika layak dan berkualitas maka FFWD pun akan menaungi band tersebut.

No comments:

Post a Comment